Sponsor

Tahu Pado Alam

20.4. Tahu Pado Alam
Artinya seseorang dalam hidup bermasyarakat, harus mengetahui tentang alam, sifat, ketentuan-ketentuan dan fenomena alam dengan mngetahui dan mempelajari alam dengan sekedar pentingnya, maka kita akan bisa mendapat pelajaran dan pengetahuan yang berguna untuk hidup. Tuhu pada alam akan mendapat pelajaran, pengetahuan yang bisa dijadikan guru. (alam takambang jadi guru). khususnya dalam menyelesaikan sengketa atau perkara,
21. Paham Nan Ampek (Pemahaman yang empat)
21.1. Paham Diwaktu Bungo Kambang
Maksudnya pemahaman yang diperoleh seseorang melalui pemikiran yang tenang dan mendalam tentang sesuatu masalah. Paham diwaktu bungo kambang dalam adat disebutkan “kok bicaro jalankan aka budi, diliek cuaco sadang tarang, itu maknanyo bungo kambang”.
21.2. Paham Diwakatu Angin Lunak
Maksudnya pemahaman yang diperoleh seseorang diwaktu pikiran tenang tanpa dipengaruhi oleh pengaruh lain. Dalam adat disebutkan bahwa diwaktu angin lunak iolah wakatu aman jo damai, indak dimabuak apo-apo, sadang mandapek aka budi.
21.3. Paham Diwakatu Parantaran
Maksudnya pemahaman yang kita peroleh diantara dua keadaan yang saling bertentangan. Adat mengatakan tentang paham diwaktu parantaran, iyolah antaro tinggi jo randah, antaro suka jo duko, antaro lapa jo kanyang, disinan paham makonyo dapek.
21.4. Paham Diwakatu Tampek Tumbuah
Maksudnya pemahaman yang diperoleh seseorang dengan tiba-tiba dan spontan, adat menyatakan, indak baukua dijangkokan, indak maniliak bakandak hati, dimano tumbuah sinan disiangi, dimano jatuah situ ditengok, dimano tajadi kito timbang, tumbuah dialua dituruik, tumbuah di adat kito pakai, baiak di waktu nan mandatang, baikpun gayuang nan mananti, patuik dijawab disahuti.
22. Syarikat Nan Ampek.
Syarikat maksudnya hubungan atau persetujuan antara beberapa orang yang belum ditentukan hak masing-masing. Syarikat nan ampek ini sangat penting diketahui oleh seorang pemimpin atau niniak mamak di Minangkabau, terutama sekali dalam menyelesaikan sengketa yang berkaitan dengan sako dan pusako. Syarikat tersebut menurut adat ada 4 macam yaitu :
22.1. Syarikat-Syarikati
Maksudnya, perserikatan yang terjadi antara dua orang dan masing-masing mempunyai modal yang sama dan usaha yang sama. Dalam perserikatan ini kalau terjadi sengketa/perselisihan maka penyelesaian harus dibagi dua. Tentang syarikat-syarikati ini, adat menyatakan samo bapokok babalanjo, samo bajariah bausaho, kabukik samo mandaki, kalurah samo manurun, kalau balabo samo dibagi. Kok maukua samo panjang, kalau mambilai samo laweh, kok baragiah samo banyak.
22.2. Syarikat-Syarikat
Maksudnya perserikatan yang terjadi antara 2 orang, dimana yang satu menanam modal dan yang satu berusaha yang didasarkan kesepakatan diantara mereka berdua. Tentang syarikat ini adat menyatakan, surang bapokok babalanjo, surang bajariah bausaho, tagantuang ateh kato mufakat, kok tumbuah disiang tantang itu, kato dahulu batapati, kayu batakuak barabahkan, janji babuek batapati.
22.3. Syarikat Mawadha
Maksudnya perserikatan yang telah terjadi demikian adanya semenjak alam diciptakan Tuhan Maha Pencipta.
22.4. Syarikat Terkayo
Maksudnya perserikatan yang terjadi antara anak kemenakan dalam suatu kaum tentang soko dan pusako di Minangkabau. Tentang hal ini adat menyatakan, nan titiak sajo bak hujan, nan inggok sajo bak langau, misalnya syarikat sagalo waris dalam hal menagakkan gala (soko).
23. Jenis Pengangkatan Penghulu
Di Minangkabau jika seorang penghulu meninggal dunia, maka gelar (soko) yang disandangnya segera akan digantikan oleh anak kemenakan yang telah memenuhi ketentuan yang telah digariskan oleh adat.
Cara penggantian penghulu atau pengangkatan penghulu ini ada 4 macam yaitu :
23.1 Mati Batungkek Budi
Mati batungkek Budi adalah cara pengangkatan seorang penghulu yang dilakukan pada hari itu juga, segera setelah seorang penghulu meninggal dunia. Biasanya cara ini dilakukan ketika pemakaman akan dilakukan dan diwaktu itu juga dilewatkan (diumumkan) kepada khalayak yang hadir di pandam pakuburan tersebut bahwa gelar (soko) yang disandang oleh datuak yang meninggal dunia digantikan oleh salah seorang kemenakan Almarhum yang bernama si A, misalnya. Oleh sebab itu cara pengangkatan penghulu seperti ini disebut juga dengan bapuntiang ditanah sirah atau gadang di pakuburan, cara pengangkatan penghulu seperti ini hanya dikenal di kalarasan Koto Piliang.
23.2. Hiduik Bakarilahan
Hiduik bakarilahan, yaitu cara pengangkatan seorang penghulu dilakukan diwaktu orang yang akan digantikan masih hidup. Biasanya cara ini dilakukan karena penghulu yang akan digantikan telah sangat tua sehingga dia tidak mampu lagi melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai pemimpin dalam kaumnya. Dalam ketentuan adat dikatakan :
Kok bukik lah tinggi, lurah lah dalam
Jalan indak tatampuah, lakuak indak taturuik.
Hiduik bakarilahan ini hanya dikenal dalam sistim kelarasan Bodi Caniago.
23.3. Gadang Manyimpang
Gadang manyimpang yaitu cara pengangkatan seorang penghulu dilakukan disebabkan oleh karena jumlah anak kemenakan dalam suatu kaum sudah berkembang sehingga tidak mungkin diurus oleh seorang penghulu saja, maka diangkat penghulu baru untuk membantu penghulu yang pertama, cara pengangkatan penghulu seperti ini disebut dengan Gadang Manyimpang.
23.4. Mangguntiang Siba baju
Yaitu cara pengangkatan penghulu yang berasal dari anak kemenakan yang inggok mancakan, tabang manumpu, anak kamanakan yang inggok mancakan tabang manumpu maksudnya anak kemanakan yang berasal dari Nagari lain kemudian mengaku Mamak kepada seorang Penghulu di Nagari baru yang ditempatinya. Suatu ketika bila jumlah sudah besar. Dia bisa pula mendirikan Penghulu yang baru. Cara seperti ini disebut dengan manggutiang saba baju.
24. Larangan penghulu
Larangan terhadap Penghulu / Niniak Mamak tersebut ada 4 macam yaitu : mamakai cabua sio-sio, maninggakan siddiq dan tabliq, mahariak mahantam tanah, bataratik bakato asiang.

24.1. Mamakai Cabua Sio-Sio
Maksudnya seorang penghulu/ninik mamak sebagai pemimpin dalam lingkungan kaum, suku, korong, kampuang dan nagari, dalam berbicara sangat dilarang berkata cabul/ kotor/ jorok, karena bisa merusak kredibilitas dirinya sebagai pemimpin yang harus dicontoh dan ditauladani oleh anak kemenakan dan orang yang dipimpinnya.
24.2. Maninggakan Siddiq jo Tabliq :
Maksudnya seorang penghulu/ninik mamak dalam memimpin anak kemenakan dalam lingkungan kaum, suku, korong kampuang dan nagari sangat dilarang meninggalkan sifat Siddiq (kebenaran) dalam sikap dan tingkah lakunya. Selain itu seorang penghulu / ninikmamak sangat dilarang pula meninggalkan sifat Tabliq (menyampaikan) karena dia harus mengajak orang atau anak kemenakan untuk berbuat benar menurut ketentuan adat dan syarak. Seorang penghulu harus mampu, untuk menyampaikan kebenaran meskipun pahit. Tidaklah pantas seorang pemimpin atau penghulu disebut pemimpin apabila tidak mampu berbuat benar dan mengajak orang/anak kemenakan untuk berbuat kebenaran.
24.3. Mahariak Mahantam Tanah
Maksudnya seorang panghulu/ninik mamak sangat dilarang bersikap keras dan kasar dalam memimpin anak kemenakannya, tetapi harus lemah lembut dalam berbicara serta bersikap bijaksana dalam mengambil keputusan.
24.4. Bataratik Bakato Asiang
Maksudnya seorang penghulu/ninik mamak sebagai pemimpin sangat dilarang bersikap tidak konsekwen, seorang penghulu harus konsisten dan konsekwen dalam memegang kebenaran, tidak mudah terpengaruh oleh siapapun juga, seorang penghulu sangat dilarang bersikap seperti (ibarat) baliang-baliang diatas bukik, kemana arus angin kesana ia berpihak, atau seperti bunglon, berobah-robah setiap saat melihat situasi dan kondisi yang menguntungkan. Selanjutnya seorang penghulu/ninik mamak juga sangat dilarang besikap egoistis, tidak akomodatif, tidak mau mendengar pendapat orang lain, atau bersikap benar sendiri.
25. Pantangan Penghulu
Seorang penghulu sebagai pemimpin di Minangkabau agar martabat dan wibawanya dapat terpelihara dengan baik dihadapan anak kemenakan dalam lingkungan kaum maupun dalam lingkungan suku, korong kampuang dan nagari, maka menurut ketentuan adat beberapa larangan dan pantangan yang harus diketahui seorang penghulu. Larangan dan pantangan tersebut tidak boleh di langgar demi untuk menjaga martabat dan wibawa sebagai penghulu. Pantangan penghulu ada 4 yaitu :
25.1. Parabo atau Pemarah
Seorang penghulu sangat dilarang mempunyai sifat pemarah, tetapi sebaliknya harus mempunyai sifat sabar serta bijaksana. Kalau seorang penghulu mempunyai sifat pemarah maka dia akan mengalami kegagalan dalam menjalankan tugas kepemimpinannya, sebab anak kemenakan yang dipimpinnya tentu banyak mempunyai sifat dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan ketentuan adat yang harus dibinanya. Oleh sebab itu sifat parabo (pemarah) ini harus di buang jauh-jauh oleh seorang penghulu. Adat sangat melarang seorang penghulu mahariak, mahantam tanah, bataratak bakato asiang, bautak ka pangka langan, babanak ka ampu kaki.
25.2. Balari-Lari
Seorang penghulu sangat dilarang sekali bertingkah laku seperti anak-anak. Bagaimanapun juga terburu-burunya seorang penghulu dia tidak boleh berlari-lari. Kalau dia berlari-lari membuat dirinya seperti anak-anak dan sifat seperti ini bisa merusak martabat dan wibawanya dimata anak kemenakan dan orang banyak.

25.3. Manjinjiang / Manjujuang Baban
Seorang penghulu juga sangat dilarang menjinjing atau menjujungbeban di kepala karena sikap seperti ini bisa menjatuhkanwibawanya sebagai pemimpin. Kalau seorang penghulu membutuhkan ia bisa minta tolong atau bantuan kepada anak kemanakannya.
25.4. Mamanjek-Manjek
Seperti halnya berlari-lari, seorang penghulu sangat dilarang memanjat pohon, apalagi pohon kelapa. Martabat dan wibawanya akan jatuh di muka anak kemenakan dan warga masyarakat Nagari.
26. Syarat Syah Pagang Gadai
Pagang gadai adalah salah satu bentuk transaksi atau peralihan hak atas harta pusaka yang telah diatur oleh Adat Minangkabau. Pagang gadai ini menurut ketentuan adat baru syah dilakukan apabila telah memenuhi ketentuan tentang syahnya perbuatan hukum pagang gadai. Syarat syahnya pagang gadai tersebut harus memenuhi 4 syarat menurut Adat Minangkabau, yaitu :
26.1. Rumah Gadang Katirisan
Maksudnya kalau rumah gadang sudah rusak, seseorang baru boleh / syah melakukan gadai, untuk memperoleh biaya guna memperbaiki rumah gadang yang rusak.
26.2. Maik Tabujua Diateh Rumah
Maksudnya karena tidak adanya biaya untuk penyelenggaraan mayat dari salah seorang anggota kaum yang meninggal, barulah seseorang tersebut bisa menggadai.
26.3. Rando gadang Indak Balaki
Maksudnya kalau ada diantara kemenakan/anak gadis (rando) atau janda yang tidak bersuami, boleh menggadaikan tanah untuk biaya mencarikan calon suami bagi anak kemenakan yang tidak punya suami tersebut.
26.4. Adat Tak Badiri
Maksudnya tidak ada biaya untuk penyelenggaraan upacara perhelatan /pengangkatan penghulu dalam suatu kaum, juga termasuk alasan gadai boleh dilakukan.
Dari syarat-syarat pegang gadai diatas dapat kita simpulkan bahwa pada prinsipnya adat mengingatkan kita bahwa kalau dapat janganlah menggadaikan harta pusaka, karena kedudukan dan peranan harta pusaka dalam kaum di Minangkabau sangat penting sekali. Kalau harta pusaka sudah habis karena digadaikan maka keberadaan kaum itu akan menjadi hilang. Karena salah satu dasar dari kaum tersebut yaitu harta pusaka, sementara harta pusaka tersebut sudah habis, sehingga dimana lagi adat tersebut bisa didirikan. Maka oleh sebab itu di Minangkabau harta pusaka tidak boleh dijual belikan. (Jua indak dimakan bali, sando indak dimakan gadai). Dan salah satu tugas dari ninik mamak / penghulu harus bisa memelihara harta pusaka tetap utuh kalau tidak akan bisa bertambah. Jadi secara tersirat alasan-alasan pagang gadai tersebut melarang kita menggadai kalau tidak penting betul.
27. Rukun Dakwa
Jika terjadi kusuik (sengketa-perkara) di Minangkabau, baik antara orang sekaum atau antar kaum/suku, maka untuk mengajukan gugatan ke pangadilan adat harus memenuhi rukun dan syarat sebagaimana yang ditentukan oleh adat. Kalau tidak memenuhi rukun/sayarat tersebut, maka sengketa tersebut belum bisa diproses oleh Kerapatan Adat Nagari. Rukun Dakwa tersebut ada 4 (empat) macam yaitu :

27.1. Ada Muda’i (Penggugat)
27.2. Ada Muda’alah (Tergugat)
27.3. Ada Muda’aliah (Objek yang disengketakan)
27.4. Ada Kalimat yang dinyatakan (lafas yang jelas)
Jika belum terpenuhi keempat syarat tersebut maka dakwa (gugatan) tersebut belum dapat dinyatakan (diterima) oleh majelis hakim.
28. Jenis Kusuik (Sengketa-Perkara)
Sengketa/perkara / perselisihan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, baik dilingkungan kaum atau suku maupun nagari, dalam bahasa adat dinamakan “kusuik”. Kusuik tersebut menurut adat ada 4 macamnya sesuai dengan katentuan alam takambang jadi guru. Macam kusuik itu yaitu :
28.1. Kusuik bulu Ayam
28.2. Kusuik banang
28.3. Kusuik rambuik
28.4. Kusuik sarang tampuo
Tingkat-tingkat kusuik tersebut ditentukan setelah melihat rumit/tidaknya suatu masalah yang terjadi. Kalau kusuik bulu termasuk masalah yang tidak rumit bila dibandingkan dengan kusuik sarang tampuo.

29. Cara Penyelesaian Kusuik/Sengketa
Untuk dapat menyelesaikan sengketa (perkara) atau kusuik tersebut ada pula 4 macam caranya yaitu :
29.1. Kalau kusuik bulu ayam, maka paruah manyalasaikan
29.2. Kalau kusuik banang, dicari ujuang jo pangkanyo
29.3. Kalau kusuik rambuik, dicari minyak jo sikek
29.4. Kalau kusuik sarang tampuo, api yang bisa manyudahi / manyalasaikannyo.

30. Cara Mendidik Anak
Anak /kemenakan adalah generasi penerus yang akan melanjutkan keturunan agar menjadi generasi penerus yang berkualitas seperti yang diinginkan oleh adat. Oleh karena itu adat di Minangkabau menunjukkan 4 cara mendidik anak/kemenakan dengan cara merujuk kepada alam takambang jadi guru. Keempat cara tersebut adalah :
30.1. Caro Baranak Itiak
Cara khas seekor itik beranak menurut alam takambang jadi guru adalah bahwa itik biasanya Cuma pandai bertelur saja, begitu bertelur siitik tidak bisa mengerami telur, apalagi untuk meneteskannya. Untuk bisa meneteskan telurnya biasanya telur itik itu dierami dan ditetaskan oleh ayam. (dibantu oleh ayam yang sedang mengeram juga) apa artinya ini ?. artinya menurut adat cara beranak itik ini tidak baik menurut adat karena itik hanya pandai bertelur saja, tetapi telur (anaknya) dierami (dipelihara) oleh ayam, oleh sebab itu kita sebagai orang tua jangan seperti itik beranak, pandai beranak, tetapi tidak pandai mendidik anak.
30.2. Caro Baranak Ayam
bebrbeda dengan itik, kalau ayam bertelur biasanya, bisa bertelur sebanyak-banyaknya sepanjang telur yang telah dikeluarkan tidak diambil seluruhnya. Kalau telur tersebut diambil seluruhnya sehingga tidak bersisa sama sekali disangkarnya (ditempat ayam bertelur) dengan serta merta siayam akan berhenti bertelur. Tetapi kalu tidak diambil seluruhnya atau masih disisakan, meskipun hanya satu butir, maka siayam akan tetap bertelur. Misalnya seekor ayam bertelur 12 butir, lalu kita ambil sebelas, maka besoknya ia akan tetap bertelur, tetapi kalau diambil ke 12 nya, maka ia akan berhenti bertelur, kalau ia bertelur 12, lalu diambil 11, 10, 9 dan seterusnya yang penting ada sisanya satu, maka ia akan tetap bertelur. Tetapi bila yang tinggal satu itu diambil pula maka siayam akan berhenti bertelur. Ini berarti ayam pandai berhitung, tetapi kepandaiannya berhitung hanya sampai satu. Apa artinya ini, artinya menurut alam takambang jadi guru, ayam hanya pandai bertelur (beranak), bahkan sebanyak-banyaknya, tetapi yang ia ketahui hanya satu ekor saja yang lain tidak, cara beranak ayam ini menurut adat Minangkabau termauk cara yang tidak dibenarkan oleh adat dan tidak boleh ditiru oleh manusia.

30.3. Caro Baranak Puyuah.
Kalau cara beranak puyuah lain lagi. Biasanya kalau seekor puyuh bertelur, telur yang telah dikeluarkan oleh si puyuh betina biasanya dierami oleh si puyuh jantan, dan puyuh betina pergi mencari makan, selama puyuh betina mencari makanan puyuh jantanlah yang mencari telur. Cara beranak puyuh ini juga tidak dibenarkan oleh adat Minanagkabau, dan tidak boleh ditiru oleh manusia. Kenapa ?, karena menurut adat kewajiban mencari makan (nafkah) itu adalah menjadi kewajiban laki-laki, bukan manusia. Siwanita menurut adat bertugas mendidik anak dirumah, sementara suami mencari nafkah. Demikianlah arti tersirat yang disampaikan oleh alam takambang jadi guru yang dicontohkan oleh puyuh dalam mendidik anak.
30.4. Caro Baranak Balam
Dari 4 cara yang diajarkan oleh adat Minangkabau dalam hal mendidik anak setelah membaca/mencontoh/merujuk pada alam (dalam hal ini itik, ayam, dan puyuh) maka cara keempat inilah yang ideal menurut adat Minangkabau yang harus dicontoh oleh manusia dalam hal mendidik anak sebagai generasi penerus.
Bagaimana halnya balam mendidik anak ?. biasanya balam kalau bertelur hanya dua butir saja. Kalau lebih dari dua, misalnya tiga, maka telur yang ketiga akan menjadi sikok (sejenis balam juga). Kemudian selama telur dierami dilakukan secara bergantian oleh balam jantan/betina. Dengan kata lain selama masa mengeram yang mencari makan dilakukan secara bergantian oleh balam jantan/betina.
Jadi cara beranak balam inilah yang harus dicontoh oleh manusia dalam hal mendidik anak. Cara inilah yang paling ideal menurut adat Minangkabu. Demikianlah cara adat Minangkabau mengajarkan orang Minangkabau dalam hal mendidik anak dengan cara merujuk pada alam (itik, ayam, puyuh, balam) dijadiakan guru.
31. Jenis Anak
Seorang anak/kemenakan, dengan mencontoh kepada alam takambang jadi guru, adat membangi pula menjadi 4 macam, dimana diantara yang 4 tersebut hanya satu yang benar menurut adat. Adapaun 4 jenis anak tersebut yaitu :
31.1. Anak Pisang
Tipe anak pisang adalah tipe anak yang diinginkan oleh setiap orang tua atau mamak. Sifat anak pisang, tumbuh dan besar disekitar orang tuanya. Kalau orang tuanya (induk pisang) sudah selesai melaksanakan fungsinya yaitu memberikan buahnya yang bermanfaat untuk manusia, maka tugas tersebut akan segera digantikan oleh anaknya yaitu memberi manfaat pula kepada manusia dengan memberikan buah kepada manusia, (jasa, budi yang baik). Demikianlah tipe anak pisang yang harus dicontohkan oleh manusia. Setiap manusia harus mampu menjadikan anak yang dilahirkan menjadi anak yang meniru sifat anak pisang, yaitu memberikan jasa baik kepada orang lain (manusia). Itulah budi yang merupakan hakekat dari adat Minangkabau.
31.2. Anak Batu Lado
Berbeda halnya dengan anak pisang, tipe anak batu lado adalah tipe anak yang harus dihindarkan / dibenci oleh adat, karena sifat anak batu lado, setiap hari kerjanya hanya mengguling (menindas) orang tuanya. Setiap hari / setiap saat kerjanya mengganggu dan merisaukan orang tua.
31.3. Anak peluru
Demikian juga anak peluru. Tipe ini adalah tipe anak yang tidak diinginkan oleh adat, karena sifat anak peluru ini begitu ia lepas dari induknya biasanya akan meninggalkan asap yang berbau busuk. Tipe anak peluru ini sering merusak nama baik orang tua / keluarga, karena sifat / tingkah lakunya yang jelek. Sering melanggar ketentuan adat atau norma-norma serta nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, misalnya sering mencuri, merampok, memperkosa serta melakukan perbuatan melawan hukum lainnya.
31.4. Anak Kunci
Tipe anak kunci ini kalau dilihat sepintas lalu kelihatan baik, tetapi sesungguhnya tidak. Biasanya anak kunci tersebut kalau pergi kemana-mana atau kembali lagi kerumah selalu minta ijin kepada orang tua, sepertinya anak yang baik atau patuh, tetapi apa yang dilakukannya sepanjang jalan atau selama ia pergi meninggalkan rumah, kita tidak tahu. Katanya ia pergi sekolah tetapi perginya ke bioskop, dan sebagainya.
32. Suok
Sebagaimana telah kita singgung dalam uraian terdahulu bahwa adat Minangkabau itu mengatur seluruh aspek / bidang kehidupan manusia Minangkabau mulai dari masalah yang sekecil-kecilnya sampai kepada masalah yang sebesar-besarnya. Hiduik dikanduang adat, mati dikanduang tanah. Mulai dari masalah yang kecil-kecil, seperti masalah politik, ekonomi, hukum dan sebagainya, juga diatur oleh adat.
Suok atau suap adalah salah satu ukuran / indikator yang dipakai oleh adat untuk menilai seseorang dalam hal makan beradat atau tidak. Apakah cara makan seorang manusia sama dengan cara makan seekor binatang atau hewan. Dengan mencontoh / merujuk pada alam takambang, maka setelah melihat pada suok seseorang pada waktu makan, dapat diketahui bahwa seseorang itu beradat atau tidak.
Ada 4 macam suok yang diajarkan oleh adat, dimana dari yang 4 macam suok ini hanya satu yang paling ideal menurut adat, yang harus dicontoh oleh manusia. Keempat macam suok menurut adat tersebut adalah :
32.1. Suok Tapak Kudo
Ukuran suok tapak kudo ini adalah ukuran suok yang tidak dibenarkan oleh adat dalam hal seseorang sedang makan, sebab suok tapak kudo ini ukurannya relatif besar dan tak sesuai dengan mungkin jo patuik, sehingga kalau makan dengan suok tapak kudo, biasanya mulut kita akan penuh, ibarat monyet makan. Disamping bentuknya tidak bagus, dari segi kesehatan juga merusak kesehatan kita, karena makanan yang kita makan tidak bisa kita kunyah secara sempurna karena ukurannya terlalu banyak.
32.2. Suok Tapak Gajah
Ukuran suok tapak gajah ini lebih besar lagi dari suok tapak kudo, dan sangat bertentangan dengan adat serta tidak sesuai dengan mungkin jo patuik. Apalagi kalau ditinjau dari segi kesehatan, disamping bentuknya yang sangat tidak baik. Tindakan ini jelas tidak beradat, karena adat mengajarkan suok kita dalam makan harus sesuai dengan mungkin jo patuik. Adat mengajarkan hiduik maniru, makan basantok. Makan sasuok duo suok, cukuik katigo kanyang, minum saraguak duo raguak, cukuik katigo pueh. Artinya bataratik (tertib) beradat, sesuai dengan mungkin jo patuik. Malabihi ancak-ancak mangurangi sio-sio.
32.3. Souk Kawik Tak Sudah
Suok (suap) kawik tak sudah ini biasanya dilakukan dengan cara meremas-remas makanan yang akan disuap, tetapi remasannya tidak sempurna, sehingga kalau diangkat kemulut nasinya akan berserakan kembali kepiring. Hal ini dilihat kurang baik, karena seperti cara makan anak kecil yang belum tahu mungkin jo patuik. Suok kawik tak sudah ini juga tidak dibenarkan oleh adat.
32.4. Suok di Ujuang Jari
Suok di ujuang jari ini adalah ukuran suok yang paling ideal menurut adat. Suok ini sangat sesuai dengan mungkin jo patuik. Ukuran ideal ini di lukiskan atau ditandai di ujuang jari, banyak tidak, sedikitpun tidak, tetapi sedang, sesuai dengan jo patuik. Bentuknya baik, terlihat sangat bataratik (Baradat). Tidak seperti monyet atau anak kecil makan nasi. Tidak bertebaran kesana-kesini, disamping itu dari segi kesehatan karena ukurannya sedang, sesuai dengan mungkin jo patuik, sehingga kita punya kesempatan untuk dapat mengunyah nasi secara baik dan sempurna. Sehingga makan betul-betul bermanfaat untuk kekuatan tubuh (kesehatan).
33. Langkah Silek
Silek (pencak silat) adalah satu bentuk seni bela diri Minangkabau. Nama lain dari silek, biasa juga disebut dengan bagaluik. Dalam basilek (bersilat) atau bagaluik di Minangkabau ada 4 gerakan pokok yang harus diperhatikan oleh seorang pendekar. Kalau keempat gerakan silek ini tidak diperhatikan secara cermat oleh seorang pendekar akan menimbulkan konsekwensi (akibat) yang sangat vital, misalnya bisa berakibat keseleo (terkilir), patah tulang bahkan yang lebih vatal lagi bisa mati. Keempat gerakan pokok tersebut dalam termilogi silek (bagaluik) di Minangkabau disebut juga langkah ampek. Langkah ampek tersebut terdiri dari :
33.1. Tagak
33.2. Malangkah (maju/mundur atau kekiri/kekanan)
33.3. Gajah Badorong (Mendorong)
33.4. Baputa (berputar)
34. Aliran Silek (Silat)
Berbicara tentang aliran silek di Minangkabau dapat kita klasifikasikan atas 2 periode, yaitu periode sebelum agama islam masuk ke Minangkabau dan periode sesudah agama Islam masuk ke Minangkabau. Pada periode sebelum agama Islam masuk ke Minangkabau dikenal ada 4 aliran silek yaitu :
34.1. Aliran Silek Limbago
Aliran silek ini adalah jenis silek yang hanya dipelajari oleh orang-orang yang bijaksana dan beribawa, seperti ninik mamak dan para pemangku adat. Ciri-ciri khas dari silek limbago ini yaitu, seperti disebutkan dalam ungkapan adat : “ mancakam indak badarah, malompek indak babunyi, manusuak indak tabuak, mahariak indak kadangaran”.
34.2. Aliran Silek Biaro
Aliran silek ini adalah sejenis silek yang dimiliki oleh para pandito (pendeta) dalam menunaikan tugasnya melindungi taratak, dusun, koto dan nagari. Kita mengenal waktu itu bahwa agama yang dianut oleh orang Minangkabau adalah Agama Budha, jadi aliran silek ini banyak dimiliki oleh pendeta (pandito) agama Budha.
34.3. Aliran Silek Dubalang
Aliran silek ini banyak dikembangkan oleh dubalang dalam menengakkan hukum dan undang-undang adat. Ciri-ciri khas dari silek ini adalah keras, sesuai dengan tujuannya yaitu untuk menegakkan hukum dan undang-undang adat sebagai perisai dan penjaga nagari.
Sifat silek ini sangat bertolak belakang sekali dengan limbago seperti disebutkan dalam ungkapan adat. “Mancakam sampai badarah, manusuak sampai tambuak, manyapu sampai rabah”. Tetapi tetap menenggang alam beserta isinya.
34.4. Aliran Silek Parewa
Aliran silek ini banyak dipelajari dan dikembangkan oleh orang-orang yang hidup didunia hitam dan tidak terpuji, seperti para panyamun, perampok, penjudi dan sebagainya. Sifat silek ini sangat ganas dan buas serta bergelimang darah dan ilmu hitam.
Kemudian periode sesudah Agama Islam masuk ke Minangkabau kita kenal pula ada 4 (empat) aliran silat yang besar dan terkenal di Minangkabau.
Aliran Silek Tuo Pariangan
Aliran Silek Sungai Patai
Aliran Silek Kumango
Aliran Silek Lintau

35. Pemangku Adat (urang nan ampek jinih)
Yang dimaksud dengan pemangku adat adalah orang-orang tertentu dalam kehidupan masyarakat Minangkabau yang oleh adat ditugasi untuk mengurus dan mengatur kepentingan anak kemenakan dalam lingkungan kaum suku, korong kampuang dan nagari. Pengangkatan seseorang menjadi pemangku adat dilakukan melalui musyawarah mufakat dalam lingkup kaum, suku korong kampuang dan nagari. Pemangku adat ini adalah unsur-unsur pimpinan dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Karena unsur pimpinan ini terdiri 4 jenis maka disebut juga dengan urang nan ampek jinih (orang yang empat jenis) yaitu : Manti adat, Malin adat, Pegawai adat, dan Dubalang adat.
35.1. Manti Adat
Manti adat adalah seorang pembantu penghulu / ninik mamak yang mempunyai keahlian dalam bidang hukum dan seluk beluk adat serta mempunyai wawasan yang luas tentang masalah kemasyarakatan. Seorang manti adat senantiasa bertugas memberikan saran dan pertimbangkan kepada penghulu / ninik mamak dalam bidang hukum dan undang-undang adat serta masalah kemasyarakatan. Tentang manti adat, adat Minangkabau menyatakan “manti adat adalah urang nan cadiak candokio, nan tau jo ereng gendeang, nan tau jo anak kemanakan, nan tau jo runciang kamancucuak, nan tau jo dahan kamaimpok, ingek jo kato kababaliak, tau jo lantai kamanjongkek, urang nan cadiak pandai, arif jo budiman, urang nan tau jo kilek bayang, alun takilek lah takalam, bulanlah sangkok tigo puluah, alun diliek lah dimakan, lah tau sabab bakeh tumbuah, hubungan kato dek panghulu, kok tumbuah silang sangketo, manti adat manyalasaikan.
35.2. Malin Adat
Adalah pembantu (staf) penghulu / ninik mamak yang ahli dalam bidang syarak (agama). Tugas malin adat adalah memberikan saran pertimbangan kepada penghulu untuk persoalan-persoalan yang berkaitan dengan masalah agama. Malin adat biasanya dalam praktek sehari-hari banyak terlibat dalam pengurusan masalah perkawinan, kematian dan sebagainya, tentang malin ini kaidah adat menyatakan : “Malin adat adalah suluah bendang rumah jo tango, nan kamanyuluah sawah jo ladang, nan kamanyuluah balai jo masajik, manyuluah anak kemenakan. Urang nan tau jo halal haram, hak jo batil, nan manyuruah babuek baikan, malarang babuek mungkar.
35.3. Pengawai Adat
Pengawai adat adalah seorang pembantu penghulu/ ninik mamak yang bertugas untuk menjemput dan memanggil orang-orang yang diperlukan oleh penghulu/ninik mamak dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang terjadi dalam lingkungan kaum, suku, korong kampuang serta nagari. Pegawai adat adalah urang nan capek kaki ringan tangan, capek kaki indak panaruang, ringan tangan bukan pamacah, aso tarantang duo sudah, alun disuruah inyolah la pai, alun diimbau inyo lah datang.

Suku Minangkabau

Suku Minangkabau Jumlah populasi kurang lebih 7 juta(2000 Kawasan dengan jumlah penduduk yang signifikan Sumatra Barat, Indonesia: 3...