Sponsor

Dubalang Adat

35.4. Dubalang Adat
Dubalang adat adalah pembantu/penghulu/ninik mamak dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban dalam lingkungan kaum, suku, korong kampuang, nagari. Dubalang bertugas menjaga setiap gangguan-gangguan, ancaman keamanan dan ketertiban yang datang dari dalam maupun dari luar. Dubalang berkewajiban menciptakan keamanan dan ketertiban dalam masyarakat agar hukum dan undang-undang dapat berjalan dengan sebaik-baiknya serta dipatuhi dan dilaksanakan oleh masyarakat sebagaimana mestinya.
Untuk melihat fungsi pemangku adat atau urang nan ampek jinih dalam kehidupan masyarakat Minangkabau disebutkan dalam kaedah adat berikut :
Kato panghulu kato manyalasai
Kato pegawai kato panghubuang
Kato malin kato pangaja
Kato dubalang kato mandareh
Dalam dunia perdukunan di Minangkabau seseorang yang akan menjadi dukun harus pula mengetahui syarat-syarat untuk menjadi dukun yang terdiri dari ampek-ampek yaitu :
36. Tawa Nan Ampek
36.1. Sidingin
36.2. Sitawa
36.3. Sikumpai
36.4. Sikarau
Seseorang dukun bila akan mengobati seorang pasien, obat atau tawa (penawar) pertama yang diberikan kepada pasien adalah tawa nan ampek seperti tersebut diatas. Fungsi dari tawa nan ampek tersebut sesuai dengan namanya sidingin adalah obat (penawar) untuk mengobati penyakit panas, begitu juga sitawa, sikumpai dan sikarau. Keempat obat penawar ini adalah berupa daun-daun (ramuan) dari tumbuh-tumbuhan yang banyak ditanam oleh masyarakat dipekarangan rumah sebagai antisipasi untuk mengobati penyakit yang diderita oleh anak kemenakan.
37. Asal Penyakit
37.1. Uru
37.2. Bali
37.3. Katiban
37.4. Darah
38. Asal Kejadian Manusia
38.1. Api
38.2. Aie
38.3. Angin
38.4. Tanah
39. Bagian Tubuh Yang Sangat Vital Yang Sering Diserang Penyakit Yaitu :
39.1. Jantuang
39.2. Hati
39.3. Rabu
39.4. Buah Pungguang
40. Malaikat Yang Menjaga Organ Tubuh
40.1. Kudus
40.2. Kidam
40.3. Kampa
40.4. Daraja
41. Empat Unsur Pokok Dari Tubuh Manusia Terdiri Dari :
41.1. Kulik
41.2. Jangek
41.3. Dagiang
41.4. Tulang






BAB III
4 (EMPAT) HAL YANG MEMBATALKAN WUDUK

Berwuduk (thaharah) atau bersuci dalam ibadah sholat merupakan salah satu kegiatan terpenting dalam mendirikan sholat. Wuduk secara bahasa berarti bersih dan indah, sedangkan secara syar’i wuduk berarti bersihkan anggota wuduk untuk menghilangkan hadas kecil sebelum kita mendirikan sholat.
Untuk berwuduk kita memerlukan air sebagai alat pembersih kotoran atau hadas kecil. Agar wuduk yang kita kerjakan syah secara syar’I. kita harus memenuhi rukun dan syarat untuk berwuduk, begitu juga harus kita ketahui apa yang disebut dengan fardhu wuduk serta hal-hal yang membatalkan wuduk.
Ada 4 (empat) hal penting yang harus kita ketahui yang bisa mengakibatkan batalnya wuduk, yaitu :
1. Keluarnya sesuatu dari dua lubang yaitu dari qubul (alat kelamin) dan dubur. Misalnya buang air kecil atau besar atau keluarnya angina dan sebagainya.
2. Hilang kesadaran (akal) disebabkan oleh gila, pingsan, mabuk serta tidur nyenyak.
3. Bersentuhan antara kulit laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya dengan tidak memakai hijab atau pembatas (tutup).
4. Tersentuh kemaluan (qubul) dan dubur dengan jari atau telapak tangan yang tidak memakai pembatas atau walaupun kemaluan atau dubur kita sendiri.

4 (empat) pembagian air dalam berwuduk
Air sebagai alat untuk bersuci (berwuduk) guna menghilangkan hadas kecil yang melekat pada anggota badan kita (anggota wuduk kita) secara syar’i harus mempergunakan air yang dapat dipakai untuk berwuduk yaitu air yang bersih atau air yang suci lagi mensucikan yaitu air yang turun dari langit (air hujan) atau air yang keluar dari bumi yang belum dipakai untuk berwuduk.


Kita mengenal bermacam jenis air yang suci lagi mensucikan yaitu : air hujan, air sumur, air laut, air sungai, air salju, air telaga serta air embun.
Bila kita lihat dari segi rukun Islam (syar’i) ada 4 (empat) jenis pembagian air yaitu :
1. Air suci lagi mensucikan, yaitu sejenis air mutlak artinya air yang masih bersih dan murni sehingga dapat digunakan untuk berwuduk dengan tidak makhruh.
2. Air suci dan dapat mensucikan tetapi makhruh digunakan yaitu air yang terpanggang oleh panas matahari didalam wadah logam yang bukan emas yang dalam istilah thahara, disebut dengan air musyammas.
3. Air suci tetapi tidak dapat mensucikan, yaitu air yang secara syar’i tidak dapat dipakai atau digunakan untuk berwuduk, misalnya air musta’mal yaitu yang digunakan untuk berwuduk atau menghilangkan hadas dari najis bila tidak berubah rupa, bau dan rasanya.
4. Air yang telah terkena najis yang dalam istilah syar’i disebut dengan air muthanajis. Air jenis ini tidak suci dan tidak dapat mensucikan. Air ini tidak syah digunakan unutk berwuduk. Kriteria air munthanajis jumlahnya kurang dari dua kullah. Satu kullah sama dengan 216 liter, bila berada dalam bak maka besar bak tersebut sama dengan panjang 60 cm dan dalam atau tingginya sebanyaknya 60 cm.
4 (empat ) Syarat Tayamum
Pengertian tayamum adalah mengusap muka dan dua telapak tangan dengan debu yang suci. Dalam waktu-waktu tertentu tayamum dapat sebagai pengganti wuduk dan mandi dengan syarat-syarat tertentu pula.
Tayamun dapat dilakukan apabila telah memenuhi 4 (empat) syarat tayamun yaitu :
1. Disebabkan oleh karena tidak ada air untuk berwuduk atau mandi dan telah diusahakan untuk mencarinya tetapi tidak bertemu.
2. Disebabkan oleh karena suatu keadaan menghalangi kita untuk menggunakan air, misalnya karena sakit apabila menggunakan air akan kambuh penyakitnya.
3. Disebabkan oleh karena telah masuk waktu sholat.
4. Harus memakai debu yang suci dan tidak terkena oleh najis.
4 (empat) Prinsip/Azas Pokok Dalam Ibadah Sholat
Mendirikan (menegakkan) sholat 5 waktu siang dan malam dalam Agama Islam adalah merupakan salah satu rukun Islam. Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai rukun Islam, pertama, maka menegakkan sholat menjadi rukun Islam yang kedua. Selanjutnya secara berturut-turut, mengeluarkan zakat, berpuasa dibulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji bagi mereka yang mampu sebagai rukun islam ke 3, 4, dan 5.
Khusus untuk mendirikan/menegakkan sholat ada 4 pengertian pokok yang berkaitan dengan ibadah sholat yang harus kita ketahui yaitu :
1. Syarat
2. Rukun
3. Syah
4. Batal
Keempat pengertian pokok yang berkaitan dengan ibadah sholat ini harus kita ketahui terlebih dahulu sebelum kita mendirikan sholat sehingga ibadah sholat yang kita dirikan dapat mencapai sasaran dan tujuan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah SWT, sebagai zat memerintahkan kita umat islam untuk mendirikan sholat.
Adapun pengertian dari 4 hal pokok tersebut diatas sebagai berikut :
1. Syarat adalah suatu yang harus dipenuhi sebelum kita mengerjakan ibadah sholat bila syarat-syarat sesuatu tidak sempurna kita penuhi maka shalat tersebut berakibat tidak syah.
2. Rukun adalah sesuatu yang harus dikerjakan oleh seseorang dalam mendirikan sholat. Rukun ini menjadi bagian terpenting (pokok) dalam ibadah sholat. Misalnya membaca Al-Fatihah adalah merupakan salah satu rukun dalam sholat. Tanpa membaca Al-fatihah maka sholat tersebut tidak syah atau batal secara syar’i.





3. Syah adalah akibat hukum yang timbul sebagai konsekwensi logis dari dipenuhinya syarat dan rukun dari sholat. Sholat yang didirikan oleh seorang muslim baru dapat dikatakan syah secara syar’i apabila telah memenuhi rukun dan syarat untuk mendirikan sholat.
4. Batal adalah suatu keadaan yang timbul akibat tidak dipenuhinya rukun dan syarat dari ibadah sholat. Dengan tidak dipenuhinya rukun dan syarat sholat maka holat tersebut batal secara syar’i.

BAB IV
INDUAK SUKU
(Suku Nan Ampek)
Suku menurut adat Minangkabau adalah bagian dari wilayah suatu nagari yang merupakan wadah dasar yang membentuk dan mewujudkan rasa persatuan dan kesatuan dari suatu Nagari. Setiap Nagari minimal harus mempunyai 4 (empat) suku atau dengan kata lain setiap daerah baru sah menjadi sebuah Nagari apabila telah mempunyai persyaratan minimal 4 suku. Ketentuan adat tentang hal ini menetapkan :
Inggirih bakarek kuku
Di karek jo pisau sirauik
Batuang tuo ambiak ke lantai
Nagari baampek suku
Suku ba buah paruik
Kampuang di agiah batuo
Rumah di agiah batu ngarai.
Kita mengenal bermacam-macam nama suku di Minangkabau misalnya : Sikumbang, Payo bada, Kutianyir, Patir, Mandahiliang, Sinapa, Pili, Guci. Patapang, Melayu, Kampai, Mandaliko, Jambak, Panai, Dalimo Parik Cancang, Pisang, domo dan sebagainya.
Sebenarnya kalau kita pelajari asal usul dari nama suku yang banyak tersebut berasal dari 4 induak suku yang disebut suku nan ampek yaitu :
1. Bodi
2. Caniago
3. Koto
4. Piliang
Kemudian kalau kita coba mengalai lebih jauh kebelakang keempat induak suku ini ( suku nan ampek ini) berasal dari nama 2 kelarasan (system pemerintahan) adat di Minangkabau yaitu : kelarasan Bodi Caniago dan kelarasan Koto Piliang.
Berkembangnya bermacam-macam suku di Minangkabau seperti yang kita sebutkan diatas disebabkan oleh karena makin berkembangnya penduduk dan wilayah tempat tinggal. Sebenarnya suku yang banyak tersebut adalah merupakan pecahan atau perkembangan lebih lanjut dari induk suku nan ampek tadi (Bodi, Caniago, Koto, Piliang). Itulah yang disebut dengan “Keteknyo basuku-suku, gadangnyo bakalarasan”.

JIHAD NAN AMPEK
Istilah Jihad Nan Ampek kita kenal dalam adat Minangkabau bila kita berbicara mengenai masalah yang berkaitan dengan harta pusaka yang berujud tanah, apakah itu berupa sawah, ladang atau perkarangan. Makna atau arti kata jihad dalam adat Minangkabau tidak sama dengan istilah jihad dalam termilogi Islam, yang kita kenal secara umum sebagai upaya atau perang suci dalam melawan kaum kafir untuk membela agama Islam. Yang dimaksud Jihad dalam adat Minangkabau adalah pihak pemilik tanah yang berbatas dengan tanah suatu kaum. Lazimnya sebidang tanah mempunyai 4 (empat) jihad yaitu : Utara, Selatan, Barat dan Timur. Karena Jihad tersebut jumlahnya 4 (empat), maka disebut dengan istilah Jihad Nan Ampek.
Fungsi dan peranan Jihad Nan Ampek sangat menentukan status hukum dan pemegang hak atas tanah di Minangkabau. Kesaksian dari Jihat Nan Ampek untuk menentukan luas, batas, serta pemilikan sebidang tanah sangat dominant dalam menyelesaikan suatu sengketa yang berkaitan dengan tanah / ulayat suatu kaum.
Misalnya seorang penghulu dalam suatu sengketa tanah mengklaim bahwa sebidang tanah yang menjadi objek sengketa adalah milik kaumnya. Tetapi keterangan kesaksian dari pihak Jihad atau pemilik tanah yang berbatasan dengannya, mengatakan bahwa tanah tersebut bukan miliknya maka Penghulu tersebut bisa dikalahkan dalam sengketa tersebut meskipun sesungguhnya tanah tersebut memang milik kaumnya. Biasanya di Minangkabau hubungan antara pemilik tanah dengan pihak yang berbatasan dengan tanah kaumnya atau Jihad Nan Ampek terjalin sangat erat sekali. Pada umumnya diantara mereka ada hubungan sebagai orang yang bertali adat. Karena adanya hubungan pertalian adat ini, maka terjalin pula rasa saling membutuhkan diantara mereka yang pada akhirnya menimbulkan rasa kebersamaan yang kokoh dan harmonis antara satu sama lain.
Setiap terjadinya transaksi atas tanah di Minangkabau maka peranan dari jihad nan ampek sangat diperlukan. Tanpa keterlibatkan jihad nan ampek dalam transaksi tanah di Minangkabau, maka transaksi tersebut bisa dibatalkan. Peranan dan kehadiran Jihad Nan Ampek sebagai saksi dalam transaksi sangat menentukan demikian pula halnya kalau terjadi sengketa yang berkaitan dengan tanah.

AMPEK ANGKEK

Ampek Angkek adalah nama dari suatu daerah di Kabupaten Agam (Luhak Agam) yang popular disebut dengan Ampek Angkek Canduang. Nama Ampek Angkek Canduang ini, kemudian menjadi nama dari salah satu kecamatan di kabupaten Agam. (Luahak Agam).
Bila kita berbicara tentang sejarah dan asal usul Kabupaten (Luahk Agam) sebagai Luak Nan Tangah di Samping Luak Nan Tuo (Luak Tanah Data) dan Luak Nan Bungsu (Luak 50 Koto) yang merupakan bagian yang integral dari “Barih Balabeh” wilayah atau teritorial Minangkabau, maka nama Ampek Angkek ini mempunyai arti yang sangat penting. Karena sejarah asal usul wilayah Kabupaten Agam yang ada sekarang ini berawal dari Ampek Angkek ini.
Istilah Ampek Angkek ini berasal dari kata “Ampek-Ampek Sekali Barangkek”. Istilah ini erat kaitannya dengan sejarah perpindahan penduduk dari Luak Tanah Data (Kabupaten Tanah Datar) sebagai Luak Nan Tuo ke Luak Agam.
Ampek-ampek sekali barangkek artinya proses imigrasi atau perpindahan penduduk dari Luak Tanah Data menuju daerah Luak Agam. Proses perpindahannya dahulu kala berlangsung melalui 4 tahap (angkatan). Setiap tahapan berangkatnya terdiri dari empat-empat kaum. Mereka yang berangkat Ampek-Ampek tersebut kemudian mendirikan Nagari-nagari yang ada di Luak Agam atau Kabupaten Agam yang ada sekarang ini.
Angkatan I atau IV kaum pertama yang berangkat mendirikan Nagari-nagari sebagai berikut :
1. Biaro
2. Balai Gurah
3. Lambah
4. Panampungan
Angkatan ke II mendirikan Nagari :
1. Canduang
2. Koto Laweh
3. Lasi
4. Bukik Batabuah
Angkatan ke III mendirikan Nagari :
1. Sariak
2. Sungai Pua
3. Batagak
4. Batu Palano


Angkatan ke IV mendirikan Nagari :
1. Sianok
2. Koto Gadang
3. Guguak
4. Tabek Sirajo
Itulah yang disebut Ampek Angkek yang terdiri dari 16 Nagari pada mulanya di Luak Agam. Selanjutnya dari 16 Nagari inilah kemudian berkembang menjadi sebanyak Nagari yang ada sekarang di Luak Agam atau Kabupaten Agam.

BAB V
EMPAT MACAM KEESAAN ALLAH
Didalam kita membicarakan Rukun Iman (arkanul Iman) dalam agama kita Islam, kita ketahui ada 6 (enam) Rukun Iman, yaitu :
1. Percaya Pada Allah
2. Percaya pada Malaikat
3. Percaya kitab-kitab Allah
4. Percaya Pada Nabi/ Rasul
5. Percaya pada Hari Kiamat
6. Percaya pada Qada dan Qadar

Dalam upaya kita untuk mempercayai Allah kita terlebih dahulu harus mengetahui dan mengenal sifa-sifat Allah. Sifat-sifat Allah tersebut ada 20 (dua puluh) macam. Maka disebut sifat Allah yang 20 (dua Puluh). Sifat Allah yang pertama yaitu bahwa Allah tersebut “Ahad” (Esa), Allah itu hanya satu (tunggal). Kalau Allah itu berbilang maka artinya Dia bukan Ahad (tunggal/esa). Sebagai orang yang beriman kepada Allah, maka kita tidak boleh menyekutukan Allah dengan orang lain. Itulah inti sari Tauhid. Laa Illah ha Illah (tiada Tuhan kecuali Allah). Itulah lafaz kalimat Tauhid yang pertama. Lafaz kalimat Tauhid yang kedua yaitu Muhammadarrasulullah (Muhammad adalah Rasul Allah).
Lebih lanjut dalam ilmu Tauhid kita kenal 4 (empat) macam keesaan Allah yaitu :
1. Allah itu Esa dalam Zatnya
2. Allah itu Esa dalam Sifatnya
3. Allah itu Esa dalam Perbuatannya
4. Allah itu Esa dalam Beribadah Kepadanya
Itulah yang kita sebut dengan 4 (empat) macam keesaan Allah.
Dalam bukunya “Wawasan Al-Qur’an Dr. M. Quraish Shihab, hal 33 kita menemukan penjelasan tentang 4 (empat) macam keesaan Allah tersebut sebagai berikut :

1. Keesaan (Allah dalam ) Zatnya
Keesaan zat mengandung pengertian bahwa seseorang harus percaya bahwa Allah SWT. Terdiri dari unsur-unsur atau bagian-bagian, karena bila zat yang Maha Kuasa itu terdiri dari dua unsur atau lebih bertapapun kecilnya unsur atau bagian itu maka ini berarti dia membutuhkan bagian itu. Atau dengan kata lain unsur atau bagian itu merupakan syarat bagi wujudnya. Ambil contoh sebuah jam tangan anda menemukan jam tersebut terdiri dari beberapa bagian, ada jarum yang menunjukan angka, ada logam, ada karet dll. Bagian-bagian tersebut dibutuhkan oleh sebuah jam tangan, karena tanpa bagian itu, ia tidak dapat menjadi jam tangan. Nah ketika itu, walaupun jam tangan ini satu, tetapi ia tidak esa, karena ia terdiri dari bagian-bagian tersebut. Jika demikian zat tuhan pasti tidak terdiri unsur atau bagian-bagian betapapun kecilnya, karena jika demikian Dia, zat tuhan pasti tidak terdiri dari unsur-unsur atau bagian-bagian betapapun kecilnya, karena jika demikian dia tidak lagi menjadi Tuhan membutuhkan sesuatu dan Al-Qur’anpun menegaskan demikian :
“ wahai seluruh umat manusia kamulah yang butuh kepada Allah Maha Kaya tidak membutuhkan sesuatu lagi Maha Terpuji ( Qs. Fathir (35) : 15) “
Setiap penganut Tauhid berkeyakinan bahwa Allah adalah sumber segala sesuatu dan Dia sendiri tidak bersumber dari sesuatupun. Al-Qur’an menegaskan bahwa : “Tidak ada sekutupun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar Lagi Maha Melihat.” (Qs. Al-Syura (42) : 11)

2. Keesaan (Allah dalam) Sifat-Nya
Adapun keesaan Sifat-Nya, maka itu antara lain berarti bahwa Allah memiliki sifat yang dalam subtansi dan kapasitasnya dengan sifat makhluk, walau dalam segi bahasa kata yang digunakan untuk menunjuk sifat tersebut sama. Sebagai contoh, kata Rahim merupakan sifat bagi Allah, tetapi juga digunakan untuk menunjukkan rahmat dan kasih sayang Allah berbeda dengan rahmat makhluk-Nya.
Allah Esa dalam sifat-Nya sehingga tidak ada yang menyamai subtansi dan kapasitas sifat tersebut.

3. Keesaan (Allah dalam) Perbuatannya
Keesaan ini mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berada di alam raya ini, baik system kerjanya maupun sebab dan wujud-Nya, kesemuanya adalah hasil perbuatan Allah semesta. Apa dikehendaki-Nya terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi, tidak ada daya (untuk memperoleh manfaat), tidak pula kekuatan (untuk menolak kodrat), kecuali bersumber dari Allah SWT, itulah makna : “Laa haula walaku watta illa billahi”.
4. Keesaan (Allah dalam) Beribadah Kepadanya
Kalau ketiga keesaan diatas merupakan hal-hal yang harus diketahui dan diyakini, maka keesaan yang keempat ini merupakan perwujutan dari ketiga makna keesaan terdahulu.
Ibadah itu beraneka ragam dan bertingkat-tingkat. Salah satu ragamnya yang paling jelas, adalah amalan tertentu yang ditetapkan cara dan atau kadarnya langsung oleh Allah atau melalui Rasul-Nya, dan secara popular dikenal dengan istilah “ Ibadah Madhah “, sedangkan ibadah dalam pengertian-Nya yang umum, mencakup segala macam aktifitas yang dilakukan demi karena Allah.
Nah, menegaskan Tuhan dalam beribadah, menuntut manusia untuk melaksanakan segala sesuatu demi karena Allah, baik sesuatu itu dalam bentuk ibadah Madhah (murni), maupun selainnya. Walhasil, keesaan Allah dalam beribadah kepadanya adalah dengan melaksanakan apa yang tergambar dalam firmannya :
“Katakanlah sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku, (semuanya) demi karena Allah, pemelihara seluruh alam” (Qs. Al-An-Am (6) : 162)

Visitor

Suku Minangkabau

Suku Minangkabau Jumlah populasi kurang lebih 7 juta(2000 Kawasan dengan jumlah penduduk yang signifikan Sumatra Barat, Indonesia: 3...